Perkanalkan nama saya Puri. Nama lengkap saya Putri Riau.
Nama yang bagus bukan. Nama itu pemberian tanah
kelahiran saya di Riau. Apakah saya asli orang Riau? Kok beraninya
ngaku-ngaku Putri Riau. Hehe. Woles and slowly.
Tapi beneran saya Putri Riau. Nah begini ceritanya, kenapa saya diberi nama Putri Riau, Saya lahir dari pasangan
berdarah Jawa dan Melayu. Ibu saya
berdarah Jawa yang bermukim di Tebing Tinggi, Sumatra Utara sedangkan Bapak saya
berdarah Melayu yang bermukim di Belawan, Sumatra Utara. Semasa muda Bapak dan
Ibu saya merantau alias hijrah ke Riau. Di Riau mereka bertemu menikah dan
lahirlah saya di bumi lancang kuning, Riau. Masa kecil, remaja hingga menjelang
dewasa saya habiskan di Riau. Bukan
hanya itu, saya juga menimba ilmu mulai dari TK, SD, SMP, SMA bahkan kuliah di
Universitas Islam di Riau. Sekarang sudah genap 22 tahun saya bermukim di Riau.
4 tahun pertama bermukim di Riau saya masih
menikmati keasrian Riau, udara segar dan bersih masih menemani tumbuh kembang
saya. Namun 18 tahun kemudian saya tak bisa lagi menikmati keasrian Riau.
Selama 18 tahun Riau masih setia pada 1 fenomena yaitu kabut asapnya. Tepatnya
saat ini, September 2015 fenomena itu terulang kembali. Tak ada lagi Riau yang
asri, Riau dengan udara bersih dan segar. Bagi kami yang bermukim di Riau udara
bersih dan segar begitu mahal bahkan
kami tak sanggup membelinya. Seberapa besar tabungan kami, belum juga
cukup untuk membeli udara bersih dan segar. Tak usah kami, sebagai rakyat biasa
dengan penghasilan biasa yang terus berusaha dengan segenap upaya menabung
untuk membeli udara bersih dan segar di Riau. Para petinggi kami pun orang yang
jauh lebih tinggi dari pada kami kedudukannya dengan penghasilan luar biasa walau kedudukan dan kekayaan hanya sebatas dunia mereka juga tak
mampu membeli udara bersih dan segar di Riau. Begitu mahal kah udara bersih dan
segar di Riau? Kami butuh udara bersih dan segar agar tetap bisa bertahan
hidup.
Terlebih
kami sebagai generasi muda dan bahkan calon generasi muda yang masih kecil-kecil,
kami butuh udara bersih dan segar agar
kami bisa tumbuh besar dengan sehat. Kamilah generasi muda penerus estafet perjuangan. Kalau sedari kecil
kami sudah di racuni dengan asap, bagaimana kesehatan kami yang kami jadikan modal utama untuk perbaikan
bangsa ini. Kepada siapakah kami harus menuntut? Dan siapa yang harus
bertanggung jawab atas kesehatan kami ?.
Kami
adalah korban dari cukong-cukong yang ingin meraup keuntungan untuk memenuhi
periuk nasi mereka. Tak sadarkah mereka, bahwa ulah mereka menyebabkan udara di Riau tak lagi layak di hirup, bahkan
proses pendidikan di Riau kian terhambat. Sekolah-sekolah di liburkan dan masyarakat di suruh mengurangi aktivitas
di luar rumah. Korban penyakit ispa
terus berjatuhan, dan ada ada juga yang
meninggal akibat tak kuat menahan sesaknya udara yang terkontaminasi oleh asap.
Fenomena asap September 2015 bertepatan dengan kondisi Riau yang sedang di
landa kemarau. Asap yang mengepul tak kunjung hilang malah semakin
menjadi-jadi. Solusi yang di tawarkan oleh petinggi kami dengan melakukan hujan
buatan, pengeboman air dititik api, tak kunjung memperbaiki keadaan. Sama-sama
kami saling merangkul mengajak masyarakat Riau untuk sholat Istiqo (memohon hujan) yang di imami oleh
alim ulama tapi tak kunjung juga mendatangkan hujan. Sholat Istiqo bukan hanya
sekali namun berkali-kali kami lakukan, di sekolah-sekolah pun juga melakukan
sholat Istiqo. Kami benar-benar mengaharapkan Allah Subhanahu Wa Taala menurunkan rahmatnya pada bumi lancang kuning
kami untuk membersihkan udara yang tak layak hirup karena telah terkontaminasi
oleh asap. Kami percaya Allah Maha Kaya dan Agung lebih kaya dan agung daripada
petinggi atau pejabat kami yang kaya dan
agung sebatas dunia yang kerap memberi solusi namun tak juga membuahkan hasil.
Bantuan berupa masker terus mengucur dari beberapa partai, sebagai wujud
keprihatinan mereka atas musibah di Riau. Setidaknya, bila memakai masker bisa
mengurangi sesak akibat asap. Namun
udara yang bersih dan segar tetap saja tak bisa di bohongi, sekalipun memakai masker, topeng dari baja atau helm tetap saja udara kotor yang berstatus bahaya yang kami hirup.
Semoga bantuan masker dari berbagai partai politik itu bukan bagian dari
kampanye politik mereka atas musibah yang sedang melanda Riau. Tentu kami tetap
berhusnudzon (berprasangka baik) atas
setiap pemberian bantuan.
Sekarang
bagaimana nasib kami.... Puri (Putra-putri Riau) ?. Kapan kami bisa menghirup
udara segar dan bersih. Kami benar-benar merindu sepenuh rindu dan sedalam
rindu. Kami rindu Riau yang asri tanpa polusi. Riau tanah kelahiran kami yang selau kami rindukan
keasrianya.
#PrayFor
RiauByPuri