Rabu, 16 September 2015

#Pray For Riau By Puri



Perkanalkan  nama saya Puri. Nama lengkap saya Putri Riau. Nama yang bagus bukan. Nama itu pemberian tanah  kelahiran saya di Riau. Apakah saya asli orang Riau? Kok beraninya ngaku-ngaku Putri Riau. Hehe. Woles and slowly. Tapi beneran saya Putri Riau. Nah begini ceritanya, kenapa saya diberi  nama Putri Riau, Saya lahir dari pasangan berdarah  Jawa dan Melayu. Ibu saya berdarah Jawa yang bermukim di Tebing Tinggi, Sumatra Utara sedangkan Bapak saya berdarah Melayu yang bermukim di Belawan, Sumatra Utara. Semasa muda Bapak dan Ibu saya merantau alias hijrah ke Riau. Di Riau mereka bertemu menikah dan lahirlah saya di bumi lancang kuning, Riau. Masa kecil, remaja hingga menjelang dewasa saya habiskan di Riau.  Bukan hanya itu,  saya juga menimba ilmu  mulai dari TK, SD, SMP, SMA bahkan kuliah di Universitas Islam di Riau. Sekarang sudah genap 22 tahun saya bermukim di Riau.
 4 tahun pertama bermukim di Riau saya masih menikmati keasrian Riau, udara segar dan bersih masih menemani tumbuh kembang saya. Namun 18 tahun kemudian saya tak bisa lagi menikmati keasrian Riau. Selama 18 tahun Riau masih setia pada 1 fenomena yaitu kabut asapnya. Tepatnya saat ini, September 2015 fenomena itu terulang kembali. Tak ada lagi Riau yang asri, Riau dengan udara bersih dan segar. Bagi kami yang bermukim di Riau udara bersih dan segar begitu mahal bahkan  kami tak sanggup membelinya. Seberapa besar tabungan kami, belum juga cukup untuk membeli udara bersih dan segar. Tak usah kami, sebagai rakyat biasa dengan penghasilan biasa yang terus berusaha dengan segenap upaya menabung untuk membeli udara bersih dan segar di Riau. Para petinggi kami pun orang yang jauh lebih tinggi dari pada kami kedudukannya dengan penghasilan  luar biasa walau kedudukan dan  kekayaan hanya sebatas dunia mereka juga tak mampu membeli udara bersih dan segar di Riau. Begitu mahal kah udara bersih dan segar di Riau? Kami butuh udara bersih dan segar agar tetap bisa bertahan hidup.
Terlebih kami sebagai generasi muda dan bahkan calon generasi muda yang masih kecil-kecil,  kami butuh udara bersih dan segar agar kami bisa tumbuh besar dengan sehat. Kamilah generasi muda penerus estafet perjuangan. Kalau sedari kecil kami sudah di racuni dengan asap, bagaimana kesehatan kami  yang kami jadikan modal utama untuk perbaikan bangsa ini. Kepada siapakah kami harus menuntut? Dan siapa yang harus bertanggung jawab atas kesehatan kami ?.  
Kami adalah korban dari cukong-cukong yang ingin meraup keuntungan untuk memenuhi periuk nasi mereka. Tak sadarkah mereka, bahwa ulah mereka menyebabkan  udara di Riau tak lagi layak di hirup, bahkan proses pendidikan di Riau kian terhambat. Sekolah-sekolah di liburkan  dan masyarakat di suruh mengurangi aktivitas di luar rumah. Korban penyakit ispa terus berjatuhan,  dan ada ada juga yang meninggal akibat tak kuat menahan sesaknya udara yang terkontaminasi oleh asap. Fenomena asap September 2015 bertepatan dengan kondisi Riau yang sedang di landa kemarau. Asap yang mengepul tak kunjung hilang malah semakin menjadi-jadi. Solusi yang di tawarkan oleh petinggi kami dengan melakukan hujan buatan, pengeboman air dititik api, tak kunjung memperbaiki keadaan. Sama-sama kami saling merangkul mengajak masyarakat Riau untuk sholat Istiqo (memohon hujan) yang di imami oleh alim ulama tapi tak kunjung juga mendatangkan hujan. Sholat Istiqo bukan hanya sekali namun berkali-kali kami lakukan, di sekolah-sekolah pun juga melakukan sholat Istiqo. Kami benar-benar mengaharapkan Allah Subhanahu Wa Taala menurunkan rahmatnya pada bumi lancang kuning kami untuk membersihkan udara yang tak layak hirup karena telah terkontaminasi oleh asap. Kami percaya Allah Maha Kaya dan Agung lebih kaya dan agung daripada petinggi  atau pejabat kami yang kaya dan agung sebatas dunia yang kerap memberi solusi namun tak juga membuahkan hasil. Bantuan berupa masker terus mengucur dari beberapa partai, sebagai wujud keprihatinan mereka atas musibah di Riau. Setidaknya, bila memakai masker bisa mengurangi sesak akibat asap. Namun  udara yang bersih dan segar tetap saja tak bisa di bohongi,  sekalipun memakai masker,  topeng dari baja atau helm tetap saja udara kotor yang berstatus bahaya yang kami hirup. Semoga bantuan masker dari berbagai partai politik itu bukan bagian dari kampanye politik mereka atas musibah yang sedang melanda Riau. Tentu kami tetap berhusnudzon (berprasangka baik) atas setiap pemberian bantuan.
Sekarang bagaimana nasib kami.... Puri (Putra-putri Riau) ?. Kapan kami bisa menghirup udara segar dan bersih. Kami benar-benar merindu sepenuh rindu dan sedalam rindu. Kami rindu Riau yang asri tanpa polusi. Riau  tanah kelahiran kami yang selau kami rindukan keasrianya.
                                       
#PrayFor RiauByPuri