Tugas 6 Semantik
Analisis
Terjemahan Surat Alfatihah Ayat Ke 6 Berdasarkan Al Quran dan Hadist
1. Berdasarkan Al quran
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6)
(6).
Tunjukilah kami jalan yang lurus
Keterangan : jalan yang lurus yaitu jalan hidup yang benar, yang dapat membuat bahagia di dunia dan akhirat.
2. Berdasarkan hadist
اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
(6). Tunjukilah kami jalan yang lurus.
Bacaan yang dipakai oleh jumhur atau mayoritas ulama
ialah shirat dengan menggunakan shad. Tetapi ada pula yang
membacanya sirat dengan memakai sin, ada pula yang membacanya zirat
dengan memakai za, yang menurut imam al-Farra berasal dari dialek Bani
Uzrah dan Bani Kalb.
Tunjukilah kami jalan yang lurus, shiratal mustaqim atau jalan yang lurus,
menurut sebagian sahabat dan ulama bermakna kitabullah atau al-Qur'an. Hal ini
berdasarkan hadits yang diriwayatkan sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a.
قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: "الصِرَاطُ الْمُسْتَقِيْمُ كِتَابُ اللهِ"
Shiratal mustaqim adalah
Kitabullah
Dalam riwayat yang lain sayyidina Ali mengatakan bahwa
al-Qur'an merupakan tali Allah yang kuat; dia adalah bacaan yang penuh hikmah,
juga jalan yang lurus.
Menurut pendapat lain, shiratal mustaqim adalah
agama Islam, berdasarkan hadits yang diriwayatkan sahabat Ibnu
Abbas, bahwa malakat Jibril pernah berkata kepada nabi Muhammad saw, "Hai
Muhammad, katakanlah: Tunjukilah kami jalan yang lurus." Makna yang
dimaksud ialah "berilah kami ilham jalan petunjuk, yaitu agama Allah
yang tiada kebengkokan di dalamnya".
Syaikh Ibnul Hanafiyyah mengatakan yang dimaksud Ihdinas
shiratal mustaqim adalah "agama Islam yang merupakan satu-satunya
agama yang diridlai oleh Allah swt buat hamba-Nya". Dalam hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya menyatakan
Rasulullah saw bersabda:
"ضَرَبَ اللهُ مَثَلًا صِرَاطًا مُسْتَقِيْمًا،
وَعَلَى جَنْبَتَيِ الصِّرَاطِ سُوْرَانِ فِيْهِمَا أَبْوَابٌ مُفَتَّحَةٌ،
وَعَلَى الْأَبْوَابِ سُتُوْرٌ مُرْخَاةٌ، وَعَلَى بَابِ الصِّرَاطِ دَاعٍ
يَقُوْلُ: يَا أَيُّهَا النَّاسُ، ُادْخُلُوا الصِّرَاطَ جَمِيْعًا وَلَا
تَعُوْجُوْا، وَدَاعٍ يَدْعُو مِنْ فَوْقِ الصِّرَاطِ، فَإِذَا أَرَادَ
الْإِنْسَانُ أَنْ يَفْتَحَ شَيْئًا مِنْ تِلْكَ الْأَبْوَاِبِ، قَال: وَيْحَكَ،
لَا تَفْتَحْهُ؛ فَإِنَّكَ إِن تَفْتَحُهُ تَلِجْهُ. فَالصِّرَاطُ الإِسْلَامُ،
وَالسُّوْرَانِ حُدُوْدُ اللهِ، وَالْأَبْوَابُ الْمُفَتَّحَةُ مَحَارِمُ اللهِ،
وَذَلِكَ الدَّاعِي عَلَى رَأْسِ الصِّرَاطِ كِتَابُ اللهِ، وَالدَّاعِي مِنْ
فَوْقِ الصِّرَاطِ وَاعِظُ اللهِ فِي قَلْبِ كُلِّ مُسْلِمٍ"
Allah membuat suatu perumpamaan, yaitu sebuah jembatan
yang lurus; pada kedua sisinya terdapat dua tembok yang mempunyai pintu-pintu
terbuka, tetapi pintu-pintu tersebut terdapat tirai yang menutupinya, sedangkan
pada pintu masuk ke jembatan itu terdapat penyeru yang menyerukan, "Hai
manusia, masuklah kalian semua ke jembatan ini dan janganlah kalian menyimpang
darinya." Dan diatas jembatan terdapat pula seorang penyeru; apabila ada
seorang yang hendak membuka salah satu dari pintu-pintu (yang berada di kedua
jembatan) itu, maka penyeru itu berkata, "Celakalah kamu, janganlah kamu buka
pintu itu, karena sesungguhnya jika kamu buka niscaya kamu masuk ke
dalamny." Jembatan itu adalah agama Islam, kedua tembok itu adalah
batasan-batasan (hukum-hukum/had) Allah, pintu-pintu yang terbuka itu adalah
hal-hal yang diharamkan oleh Allah, sedangkan juru penyeru yang berada di depan
pintu jembatan adalah kitabullah, dan juru penyeru yang berada diatas jembatan
itu adalah nasehat Allah yang berada dalam kalbu/hati setiap orang muslim. (H.R. Imam Ahmad)
Ihdinas shiratal mustaqim menurut imam mujahid seorang tabi'in yang menjadi
panutan para ahli tafsir mengatakan, Tunjukilah kami jalan yang lurus,
adalah perkara yang hak. Makna ini lebih mencakup semuanya (yakni kitabullah
dan agama Islam) dan tidak ada pertentangan antara pendapat ini dengan
pendapat-pendapat lain yang sebelumnya. Bahkan hadits yang diriwayatkan Ibnu
Jarir Tunjukilah kami jalan yang benar; yang dimaksud jalan yang benar
adalah Nabi Muhammad saw dan kedua sahabat yang menjadi khalifah sesudahnya
(yaitu Abu Bakar dan Umar r.a).
Menurut al-Hafidz Ibnu Katsir bahwa semua pendapat
diatas adalah benar, satu sama lainnya saling memperkuat, karena barang siapa
yang mengikuti nabi Muhammad saw dan kedua sahabatnya (yakni Abu bakar dan Umar
r.a), berarti ia mengikuti jalan yang hak (benar); dan barang siapa yang
mengikuti jalan yang benar, berarti ia mengikuti jalan Islam. Barangsiapa
mengikuti jalan Islam, berarti mengikuti al-Qur'an, yaitu Kitabullah
atau tali Allah yang kuat dan jalan yang lurus. Semua pendapat benar dan
masing-masing saling membenarkan yang lain.
Ibnu jarir at-Thabari dalam menafsirkan Ihdinas
shiratal mustaqim, Tunjukilah kami jalan yang lurus, adalah "ya Allah
berilah kami taufiq keteguhan dalam mengerjakan semua yang Engkau ridlai dan
semua ucapan serta perbuatan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang telah
Engkau beri nikmat taufiq diantara hamba-hamba-Mu, yang demikian itu adalah jalan
yang lurus. Dengan ayat ini pula, kita mohon agar diberi taufiq atau
dorongan keteguhan agar kita dapat melakukan amal perbuatan seperti amal
perbuatan orang-orang yang telah memperoleh nikmat taufiq dari Allah diantara
hamba-hamba-Nya -yakni dari kalangan para nabi, para siddiqin, para syuhada dan
orang-orang yang shaleh- yang telah mendapat taufiq dalam Islam, berpegang
teguh kepada Kitabullah, mengerjakan semua yang diperintahkan oleh
Allah, dan menjauhi larangan-larangan-Nya serta mengikuti jejak nabi Saw dan
empat khalifah sesudahnya serta jejak setiap hamba yang shaleh, yakni shiratal
mustaqim, jalan yang lurus.
Mengapa kita yang sudah mendapatkan hidayah masih
selalu terus dianjurkan memohon hidayah dalam setiap shalat dan semua keadaan,
apakah ini bukan berarti meminta sesuatu yang telah kita dapatkan? "Tidak", seandainya seorang hamba tidak meminta petunjuk di siang
dan malam harinya, niscaya Allah tidak akan membimbingnya ke arah itu. Sungguh
seorang hamba selalu memerlukan Allah dalam setiap saat dan keadaannya agar
dimantapkan hatinya pada hidayah dan dipertajam pandangannya untuk menemukan
hidayah, serta hidayahnya makin bertambah meningkat dan terus menerus berada
dalam jalan hidayah. Dalam al-Qur'an pun Allah juga memerintahkan orang yang
beriman agar beriman:
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ
عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ [النساء : 136]
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman
kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada
Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. (an-Nisa' : 136)
Hal ini bukan termasuk kedalam pengertian meraih apa
yang telah teraih, melainkan makna yang dimaksud adalah perintah untuk
meneguhkan iman dan terus menerus melakukan semua amal perbuatan yang
melestarikan keimanan. Allah pun memerintahkan kita untuk berdoa:
رَبَّنَا لَا
تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً
إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ [آل عمران : 8]
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami
condong kepada kesesatan sesudah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan
karuniakanlah kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha
Pemberi (karunia).
akhirnya اهْدِنَا
الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
Tunjukilah kami jalan yang lurus. Ya Allah, tetapkanlah kami pada jalan yang lurus dan
janganlah Engkau simpangkan kami ke jalan yang lain.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلكُمْ فِى الْقُرآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِى
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلَ
مِنِّى وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَقُلْ
رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّحِمِيْنَ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar